Hak Dan Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian
Bagian Kesembilan
Hak dan Wewenang Penyelenggara
Prasarana Perkeretaapian
Pasal 90
Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian berhak dan berwenang:
a. mengatur, mengendalikan, dan mengawasi perjalanan kereta api;
b. menghentikan pengoperasian sarana perkeretaapian apabila
dapat membahayakan perjalanan kereta api;
c. melakukan penertiban terhadap pengguna jasa kereta api yang
tidak memenuhi persyaratan sebagai pengguna jasa kereta api di stasiun;
d. mendahulukan perjalanan kereta api di perpotongan sebidang
dengan jalan;
e. menerima pembayaran dari penggunaan prasarana perkeretaapian;
dan
f. menerima ganti kerugian atas kerusakan prasarana
perkeretaapian yang disebabkan oleh kesalahan Penyelenggara Sarana
Perkeretaapian atau pihak ketiga.
Pasal 131
(1) Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib memberikan
fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di
bawah lima tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia.
(2) Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut biaya tambahan.
Pasal 132
(1) Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib mengangkut orang
yang telah memiliki karcis.
(2) Orang yang telah memiliki karcis berhak memperoleh pelayanan
sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih.
(3) Karcis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanda
bukti terjadinya perjanjian angkutan orang.
Pasal 133
(1) Dalam penyelenggaraan pengangkutan orang dengan kereta api,
Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib:
a. mengutamakan keselamatan dan keamanan orang;
b. mengutamakan pelayanan kepentingan umum;
c. menjaga kelangsungan pelayanan pada lintas yang ditetapkan;
d. mengumumkan jadwal perjalanan kereta api dan tarif angkutan
kepada masyarakat; dan
e. mematuhi jadwal keberangkatan kereta api.
(2) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengumumkan kepada
pengguna jasa apabila terjadi pembatalan dan penundaan keberangkatan,
keterlambatan kedatangan, atau pengalihan pelayanan lintas kereta api disertai
dengan alasan yang jelas.
Pasal 134
(1) Apabila terjadi pembatalan keberangkatan perjalanan kereta
api, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengganti biaya yang telah
dibayar oleh orang yang telah membeli karcis.
(2) Apabila orang yang telah membeli karcis membatalkan
keberangkatan dan sampai dengan batas waktu keberangkatan sebagaimana
dijadwalkan tidak melapor kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, orang
tersebut tidak mendapat penggantian biaya karcis.
(3) Apabila orang yang telah membeli karcis membatalkan
keberangkatan sebelum batas waktu keberangkatan sebagaimana dijadwalkan melapor
kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, mendapat pengembalian sebesar 75%
(tujuh puluh lima perseratus) dari harga karcis.
(4) Apabila dalam perjalanan kereta api terdapat hambatan atau
gangguan yang mengakibatkan kereta api tidak dapat melanjutkan perjalanan
sampai stasiun tujuan yang disepakati, penyelenggara sarana perkeretaapian
wajib:
a. menyediakan angkutan dengan kereta api lain atau moda
transportasi lain sampai stasiun tujuan; atau
b. memberikan ganti kerugian senilai harga karcis.
Pasal 136
(1) Dalam kegiatan angkutan orang Penyelenggara Sarana Perkeretaapian
berwenang untuk:
a. memeriksa karcis;
b. menindak pengguna jasa yang tidak mempunyai karcis;
c. menertibkan pengguna jasa kereta api atau masyarakat yang
mengganggu perjalanan kereta api; dan
d. melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap masyarakat
yang berpotensi menimbulkan gangguan terhadap perjalanan kereta api.
(2) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dalam keadaa tertentu
dapat membatalkan perjalanan kereta api apabila terdapat hal-hal yang dapat
membahayakan keselamatan, ketertiban, dan kepentingan umum.
Bagian Kesembilan
Hak Penyelenggara Sarana Perkeretaapian
Pasal 161
(1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berhak menahan barang
yang diangkut dengan kereta api apabila pengirim atau penerima barang tidak
memenuhi kewajiban dalam batas waktu yang ditetapkan sesuai dengan perjanjian
angkutan.
(2) Pengirim atau penerima barang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikenai biaya penyimpanan atas barang yang ditahan.
(3) D alam hal pengirim atau penerima barang tidak memenuhi
kewajiban setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara
Sarana Perkeretaapian dapat menjual barang secara lelang.
(4) Penjualan barang secara lelang sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang
pelelangan.
(5) Hasil penjualan lelang barang sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) digunakan untuk memenuhi kewajiban pengirim dan/atau penerima barang.
(6) Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat
membahayakan atau dapat mengganggu dalam penyimpanannya, barang tersebut harus
dimusnahkan.
Pasal 162
Barang-barang yang tidak diambil setelah melebihi batas waktu
yang telah ditentukan dinyatakan sebagai barang takbertuan dan dapat dijual
secara lelang sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau dimusnahkan
apabila membahayakan atau dapat mengganggu dalam penyimpanannya.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Hak dan Kewajiban Konsumen
Pasal 4
Hak konsumen adalah :
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundangundangan lainnya.
Pasal 5
Kewajiban konsumen adalah :
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Pasal 6
Hak pelaku usaha adalah :
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik;
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara
hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundangundangan
lainnya.
Pasal 7
Kewajiban pelaku usaha adalah :
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang
berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi
atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan
Paragraf 1
Ketertiban dan Keselamatan
Pasal 105
Setiap orang yang menggunakan Jalan wajib:
a. berperilaku tertib; dan/atau
b. mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan Keamanan
dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, atau yang dapat menimbulkan
kerusakan Jalan.
Pasal 106
(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan
wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.
(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan
wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki dan pesepeda.
(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan
wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan.
(4) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan
wajib mematuhi ketentuan:
a. rambu perintah atau rambu larangan;
b. Marka Jalan;
c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
d. gerakan Lalu Lintas;
e. berhenti dan Parkir;
f. peringatan dengan bunyi dan sinar;
g. kecepatan maksimal atau minimal; dan/atau
h. tata cara penggandengan dan penempelan dengan Kendaraan lain.
(5) Pada saat diadakan pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan
setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor wajib menunjukkan:
a. Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba
Kendaraan Bermotor;
b. Surat Izin Mengemudi;
c. bukti lulus uji berkala; dan/atau
d. tanda bukti lain yang sah.
(6) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda
empat atau lebih di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib
mengenakan sabuk keselamatan.
(7) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda
empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah di Jalan dan
penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan dan
mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.
(8) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor dan Penumpang
Sepeda Motor wajib mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.
(9) Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tanpa kereta
samping dilarang membawa Penumpang lebih dari 1 (satu) orang.
Paragraf 2
Penggunaan Lampu Utama
Pasal 107
(1) Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib menyalakan lampu utama
Kendaraan Bermotor yang digunakan di Jalan pada malam hari dan pada kondisi
tertentu.
(2) Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakanb lampu utama pada siang hari.
Paragraf 3
Jalur atau Lajur Lalu Lintas
Pasal 108
(1) Dalam berlalu lintas Pengguna Jalan harus menggunakan jalur
Jalan sebelah kiri.
(2) Penggunaan jalur Jalan sebelah kanan hanya dapat dilakukan
jika:
a. Pengemudi bermaksud akan melewati Kendaraan di depannya; atau
b. diperintahkan oleh petugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia untuk digunakan sementara sebagai jalur kiri.
(3) Sepeda Motor, Kendaraan Bermotor yang kecepatannya lebih
rendah, mobil barang, dan Kendaraan Tidak Bermotor berada pada lajur kiri
Jalan.
(4) Penggunaan lajur sebelah kanan hanya diperuntukkan bagi
Kendaraan dengan kecepatan lebih tinggi, akan membelok kanan, mengubah arah,
atau mendahului Kendaraan lain.
Pasal 109
(1) Pengemudi Kendaraan Bermotor yang akan melewati Kendaraan
lain harus menggunakan lajur atau jalur
Jalan sebelah kanan dari Kendaraan yang akan dilewati, mempunyai
jarak pandang yang bebas, dan tersedia ruang yang cukup.
(2) Dalam keadaan tertentu, Pengemudi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat menggunakan lajur Jalan sebelah kiri dengan tetap memperhatikan
Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(3) Jika Kendaraan yang akan dilewati telah memberi isyarat akan
menggunakan lajur atau jalur jalan sebelah kanan, Pengemudi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilarang melewati Kendaraan tersebut.
Pasal 110
(1) Pengemudi yang berpapasan dengan Kendaraan lain dari arah
berlawanan pada jalan dua arah yang tidak dipisahkan secara jelas wajib
memberikan ruang gerak yang cukup di sebelah kanan Kendaraan.
(2) Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika terhalang
oleh suatu rintangan atau Pengguna Jalan lain di depannya wajib mendahulukan
Kendaraan yang datang dari arah berlawanan.
Pasal 111
Pada jalan yang menanjak atau menurun yang tidak memungkinkan
bagi Kendaraan untuk saling berpapasan, Pengemudi Kendaraan yang arahnya
menurun wajib memberi kesempatan jalan kepada Kendaraan yang mendaki.
Paragraf 4
Belokan atau Simpangan
Pasal 112
(1) Pengemudi Kendaraan yang akan berbelok atau berbalik arah
wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping, dan di belakang
Kendaraan serta memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat
tangan.
(2) Pengemudi Kendaraan yang akan berpindah lajur atau bergerak
ke samping wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping, dan di
belakang Kendaraan serta memberikan isyarat.
(3) Pada persimpangan Jalan yang dilengkapi Alat Pemberi Isyarat
Lalu Lintas, Pengemudi Kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali
ditentukan lain oleh Rambu Lalu Lintas atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.
Pasal 113
(1) Pada persimpangan sebidang yang tidak dikendalikan dengan
Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Pengemudi wajib memberikan hak utama kepada:
a. Kendaraan yang datang dari arah depan dan/atau dari arah
cabang persimpangan yang lain jika hal itu dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas
atau Marka Jalan;
b. Kendaraan dari Jalan utama jika Pengemudi tersebut datang
dari cabang persimpangan yang lebih kecil atau dari pekarangan yang berbatasan
dengan Jalan;
c. Kendaraan yang datang dari arah cabang persimpangan sebelah
kiri jika cabang persimpangan 4 (empat) atau lebih dan sama besar;
d. Kendaraan yang datang dari arah cabang sebelah kiri di
persimpangan 3 (tiga) yang tidak tegak lurus; atau
e. Kendaraan yang datang dari arah cabang persimpangan yang
lurus pada persimpangan 3 (tiga) tegak lurus.
(2) Jika persimpangan dilengkapi dengan alat pengendali Lalu
Lintas yang berbentuk bundaran, Pengemudi harus memberikan hak utama kepada
Kendaraan lain yang datang dari arah kanan.
Pasal 114
Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan Jalan,
Pengemudi Kendaraan wajib:
a. berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta
api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain;
b. mendahulukan kereta api; dan
c. memberikan hak utama kepada Kendaraan yang lebih dahulu
melintasi rel.
Paragraf 5
Kecepatan
Pasal 115
Pengemudi Kendaraan Bermotor di Jalan dilarang:
a. mengemudikan Kendaraan melebihi batas kecepatan paling tinggi
yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21; dan/atau
b. berbalapan dengan Kendaran Bermotor lain.
Pasal 116
(1) Pengemudi harus memperlambat kendaraannya sesuai dengan
Rambu Lalu Lintas.
(2) Selain sesuai dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Pengemudi harus memperlambat kendaraannya jika:
a. akan melewati Kendaraan Bermotor Umum yang sedang menurunkan
dan menaikkan Penumpang;
b. akan melewati Kendaraan Tidak Bermotor yang ditarik oleh
hewan, hewan yang ditunggangi, atau hewan yang digiring;
c. cuaca hujan dan/atau genangan air;
d. memasuki pusat kegiatan masyarakat yang belum dinyatakan
dengan Rambu Lalu Lintas;
e. mendekati persimpangan atau perlintasan sebidang kereta api;
dan/atau
f. melihat dan mengetahui ada Pejalan Kaki yang akan
menyeberang.
Pasal 117
Pengemudi yang akan memperlambat kendaraannya harus mengamati
situasi Lalu Lintas di samping dan di belakang Kendaraan dengan cara yang tidak
membahayakan Kendaraan lain.
Paragraf 6
Berhenti
Pasal 118
Selain Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek, setiap Kendaraan
Bermotor dapat berhenti di setiap Jalan, kecuali:
a. terdapat rambu larangan berhenti dan/atau Marka Jalan yang
bergaris utuh;
b. pada tempat tertentu yang dapat membahayakan keamanan,
keselamatan serta mengganggu Ketertiban dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan; dan/atau
c. di jalan tol.
Pasal 119
(1) Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum atau mobil bus sekolah
yang sedang berhenti untuk menurunkan dan/atau menaikkan Penumpang wajib
memberi isyarat tanda berhenti.
(2) Pengemudi Kendaraan yang berada di belakang Kendaraan
Bermotor Umum atau mobil bus sekolah yang sedang berhenti sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib menghentikan kendaraannya sementara.
Paragraf 7
Parkir
Pasal 120
Parkir Kendaraan di Jalan dilakukan secara sejajar atau
membentuk sudut menurut arah Lalu Lintas.
Pasal 121
(1) Setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib memasang segitiga
pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada saat berhenti
atau Parkir dalam keadaan darurat di Jalan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
untuk Pengemudi Sepeda Motor tanpa kereta samping.
Paragraf 8
Kendaraan Tidak Bermotor
Pasal 122
(1) Pengendara Kendaraan Tidak Bermotor dilarang:
a. dengan sengaja membiarkan kendaraannya ditarik oleh Kendaraan
Bermotor dengan kecepatan yang dapat membahayakan keselamatan;
b. mengangkut atau menarik benda yang dapat merintangi atau
membahayakan Pengguna Jalan lain; dan/atau
c. menggunakan jalur jalan Kendaraan Bermotor jika telah
disediakan jalur jalan khusus bagi Kendaraan Tidak Bermotor.
(2) Pesepeda dilarang membawa Penumpang, kecuali jika sepeda
tersebut telah dilengkapi dengan tempat Penumpang.
(3) Pengendara gerobak atau kereta dorong yang berjalan
beriringan harus memberikan ruang yang cukup bagi Kendaraan lain untuk
mendahului.
Pasal 123
Pesepeda tunarungu harus menggunakan tanda pengenal yang
ditempatkan pada bagian depan dan belakang sepedanya.
Paragraf 9
Tata Cara Berlalu Lintas bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum
Pasal 124
(1) Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum untuk angkutan orang dalam
trayek wajib:
a. mengangkut Penumpang yang membayar sesuai dengan tarif yang
telah ditetapkan;
b. memindahkan penumpang dalam perjalanan ke Kendaraan lain yang
sejenis dalam trayek yang sama tanpa dipungut biaya tambahan jika Kendaraan
mogok, rusak, kecelakaan, atau atas perintah petugas;
c. menggunakan lajur Jalan yang telah ditentukan atau
menggunakan lajur paling kiri, kecuali saat akan mendahului atau mengubah arah;
d. memberhentikan kendaraan selama menaikkan dan/atau menurunkan
Penumpang;
e. menutup pintu selama Kendaraan berjalan; dan
f. mematuhi batas kecepatan paling tinggi untuk angkutan umum.
(2) Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum untuk angkutan orang dalam
trayek dengan tarif ekonomi wajib mengangkut anak sekolah.
Pasal 125
Pengemudi Kendaraan Bermotor angkutan barang wajib menggunakan
jaringan jalan sesuai dengan kelas jalan yang ditentukan.
Pasal 126
Pengemudi Kendaraan Bermotor Umum angkutan orang dilarang:
a. memberhentikan Kendaraan selain di tempat yang telah
ditentukan;
b. mengetem selain di tempat yang telah ditentukan;
c. menurunkan Penumpang selain di tempat pemberhentian dan/atau
di tempat tujuan tanpa alasan yang patut dan mendesak; dan/atau
d. melewati jaringan jalan selain yang ditentukan dalam izin
trayek.
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan
Paragraf 3
Kewajiban Pemegang Izin Angkutan Udara
Pasal 118
(1) Pemegang izin usaha angkutan udara niaga wajib:
a. melakukan kegiatan angkutan udara secara nyata paling lambat
12 (dua belas) bulan sejak izin diterbitkan dengan mengoperasikan minimal
jumlah pesawat udara yang dimiliki dan dikuasai sesuai dengan lingkup usaha
atau kegiatannya;
b. memiliki dan menguasai pesawat udara dengan jumlah tertentu;
c. mematuhi ketentuan wajib angkut, penerbangan sipil, dan
ketentuan lain sesuai dengan peraturan perundang–undangan;
d. menutup asuransi tanggung jawab pengangkut dengan nilai
pertanggungan sebesar santunan penumpang angkutan udara niaga yang dibuktikan
dengan perjanjian penutupan asuransi;
e. melayani calon penumpang secara adil tanpa diskriminasi atas
dasar suku, agama, ras, antargolongan, serta strata ekonomi dan sosial;
f. menyerahkan laporan kegiatan angkutan udara, termasuk
keterlambatan dan pembatalan penerbangan, setiap bulan paling lambat tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya kepada Menteri;
g. menyerahkan laporan kinerja keuangan yang telah diaudit oleh
kantor akuntan publik terdaftar yang sekurang-kurangnya memuat neraca, laporan
rugi laba, arus kas, dan rincian biaya, setiap tahun paling lambat akhir bulan
April tahun berikutnya kepada Menteri;
h. melaporkan apabila terjadi perubahan penanggung jawab atau
pemilik badan usaha angkutan udara niaga, domisili badan usaha angkutan udara
niaga dan pemilikan pesawat udara kepada Menteri; dan
i. memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran
Bagian Kesembilan
Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengangkut
Paragraf 1
Wajib Angkut
Pasal 38
(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang
dan/atau barang terutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian
pengangkutan.
(2) Perjanjian pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuktikan dengan karcis penumpang dan dokumen muatan.
(3) Dalam keadaan tertentu Pemerintah memobilisasi armada niaga
nasional.
Pasal 39
Ketentuan lebih lanjut mengenai wajib angkut diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 42
(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib memberikan fasilitas
khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah usia 5
(lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia.
(2) Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak dipungut biaya tambahan.
Paragraf 3
Pengangkutan Barang Khusus dan Barang Berbahaya
Pasal 44
Pengangkutan barang khusus dan barang berbahaya wajib
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 47
Pemilik, operator, dan/atau agen perusahaan angkutan laut yang
mengangkut barang berbahaya dan barang khusus wajib menyampaikan pemberitahuan
kepada Syahbandar sebelum kapal pengangkut barang khusus dan/atau barang
berbahaya tiba di pelabuhan.
Pasal 48
Badan Usaha Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan wajib
menyediakan tempat penyimpanan atau penumpukan barang berbahaya dan barang
khusus untuk menjamin keselamatan dan kelancaran arus lalu lintas barang di
pelabuhan serta bertanggung jawab terhadap penyusunan sistem dan prosedur
penanganan barang berbahaya dan barang khusus di pelabuhan.
Tidak ada komentar